Senin, 27 Juni 2011

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

A. PENGERTIAN

Halusinasi merupakan salah satu masalah yang mungkin ditemukan dari masalah persepsual pada skizofrenia., dimana halusinasi tersebut didefenisikan sebagai pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus sensori.

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren :Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata ada oleh klien.

Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Klien skizofrenia dan psikotik lain 20% mengalami campuran halusinasi pendengaran dan penglihatan.

Pada halusinasi dapat terjadi pada kelima indera sensoris utama yaitu :

1. Pendengaran terhadap suara : Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.

2. Visual terhadap penglihatan : Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihatnya.

3. Taktil terhadap sentuhan : Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.

4. Pengecap terhadap rasa : Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak.

5. Penghidu terhadap bau : Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.

B. RENTANG RESPON HALUSINASI

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan ), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.

Rentang respon :

Respon Adaptif

Respon Maladaptif

Pikiran logis

Persepsi akurat

Emosi konsisten dengan pengalaman

Perilaku sesuai

Berhubungan sosial

Distorsi pikiran

Ilusi

Reaksi emosi berlebihan

Perilaku aneh/tidak bias

Menarik diri

Gangguan pikir/delusi

Halusinasi

Sulit berespon emosi

Perilaku disorganisasi

Isolasi sosial


JENIS HALUSINASI

KARAKTERISTIK

Pendengaran

70 %

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.

Penglihatan 20%

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

Penghidu

Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.

Pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

Perabaan

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

D. FASE HALUSINASI.

Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:

1. Fase Pertama

Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.

Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.

2. Fase Kedua

Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.

Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya.

Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.

3. Fase Ketiga

Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara.

4. Fase Keempat.

Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

E. PENGKAJIAN KLIEN DENGAN HALUINASI

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh klien yang mengalami psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi demikian merupakan proses identifikasi data yang melekat erat dengan pengkajian respon neurobiologi lainnya seperti yang terdapat juga pada schizofrenia.

1. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti halusinasi antara lain:

a. Faktor Genetik

Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi factor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen schizoprenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan Carpenter,2002). Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15% mengalami schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.

b. Faktor Neurobiologi.

Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien schizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.

c. Studi neurotransmitter.

Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter dimana dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.

d. Teori virus

Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi schizofrenia.

e. Psikologis.

Beberapa kondisi pikologis yang menjadi faktor predisposisi schizofrenia antara lain anak yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.

2. Faktor presipitasi

Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :

a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.

b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gateing abnormal)

c. Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini :

Kesehatan

Nutrisi Kurang

Kurang tidur

Ketidak siembangan irama sirkardian

Kelelahan infeksi

Obat-obatan system syaraf pusat

Kurangnya latihan

Hambatan unutk menjangkau pelayanan kesehatan

Lingkungan

Lingkungan yang memusuhi, kritis

Masalah di rumah tangga

Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari

Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain

Isoalsi sosial

Kurangnya dukungan sosial

Tekanan kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja)

Stigmasasi

Kemiskinan

Kurangnya alat transportasi

Ktidak mamapuan mendapat pekerjaan

Sikap/Perilaku

Merasa tidak mampu ( harga diri rendah)

Putus asa (tidak percaya diri )

Mersa gagal ( kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri

Kehilangan kendali diri (demoralisasi)

Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.

Merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual )

Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan

Rendahnya kemampuan sosialisasi

Perilaku agresif

Perilaku kekerasan

Ketidak adekuatan pengobatan

Ketidak adekuatan penanganan gejala.

3. Mekanisme Koping.

Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah:

q Register, menjadi malas beraktifitas sehari-hari.

q Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.

q Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

q Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.

4. Perilaku

Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti seseorang mendengarkan suara- suara dan tidak lagi meragukan orang yang berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan perihal haluinasinya.

Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif ketika mencoba menceritakan halusinasinya kepada orang lain.Karenanya banyak klien enggan untuk menceritakan pengalaman –pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk memperbincangkan tentang halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut. Perawat harus memiliki ketulusan dan perhatian untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.

Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :

q Isi Halusinasi.

Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.

q Waktu dan Frekuensi.

Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.

q Situasi Pencetus Halusinasi.

Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.

q Respon Klien

Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

Selain data tentang halusinasinya, peraweat juga dapat mengkaji data yang terkait dengan halusinasi, yaitu :

· Bicara, senyum dan tertawa sendiri.

· Menarik diri dan menghindar dari orang lain.

· Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata.

· Tidak dapat memusatkan perhatian/konsentrasi.

· Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan) dan takut.

· Ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Klien yang mengalmi halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bias membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan perilakunya di kendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri ( suicide), membunuh orang lain (homocide) dan merusak lingkungan.

Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien biasanya juga mengalami masalah-masalahkeperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi.Masalah itu antara lain harga diri rendah dan isolasi social (stuart dan laria,2001). Akibat harga diri rendah dan kurangnya keterampilan berhubungan sosial , klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya lebih dominan di bandingkan stimulus eksternal. Klien selanjutnya kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini memicu timbulnya halusinasi.

Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon maslah sebagai berikut :

EFEK Resiko mencedrai diri sendiri,

Orang lain, dan lingkungan

C.P Perubahan persepsi sensori : Defisit perawatan diri :

Halusinasi pendengaran Mandi/Kebersihan diri,berpakaian/berhias

ETIOLOGI Kerusakan interaksi sosial : Intoleransi aktifitas

Menarik diri

Gangguan konsep diri :

Harga diri rendah

Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :

1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi audiotorik.

2. Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan dengan menarik diri

3. Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan Harga diri rendah

4. Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias berhubungan dengan intoleransi aktifitas.

G. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN

Tujuan umum :

Klien dapat mengenal, dan mengontrol halusinasi

Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

2. Klien dapat mengenal halusinasinya

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya.

4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

5. Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya.

H. TINDAKAN KEPERAWATAN

q Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalahnya di mulai dengan membina hubungan saling percaya dengan klien.

q Setelah hubungan saling percaya terbina , intervensi keperawatan selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya.

q Setelah klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih bagaimana cara yang biasa terbukti efektif mengatasi atau mengontrol halusinasi.

q Obeservasi tanda halusinasi pada klien.

q Hindari untuk menyentuh pasien sebelum memberi isyarat kepadanya bahwa anda menerima diperlakukan yang sama.

q Suatu sikap menerima akan mendorong klien membagikan isi halusinasinya dengan anda.

q Jangan menguatkan halusinasi. Gunakan kata-kata “suara tersebut” dari pada kata-kata seperti “mereka” yang menyatakan validasi secara tidak langsung.

q Cobalah untuk menghubungkan waktu-waktu terjadinya kesaahan persepsi dengan waktu-waktu terjadinya ansietas.

q Cobalah untuk mengalihkan pasien dari kesalahan persepsi.

Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah :

1. Menghardik halusinasi.

2. Berinteraksi dengan orang lain.

3. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.

4. Memanfaatkan obat dengan baik.

Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena keluarga adalah sebuah system dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis dapat berlangsung lama (kronis) sehingga keluarga perlu mengetahu cara perawatan klien halusinasi dirumah.

Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka oleh tim medis sehingga perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan obat secara tepat. Prinsip lima benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat.

I. EVALUASI

Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :

1. Klien mampu memisahkan antara kejadian-kejadian atau situasi-siatuasi realita dan tidak realita.

2. Klien mampu tidak berespon terhadap persepsi sensori yang salah.

3. Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi

4. Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan

5. Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam membantu klien mengatasi masalahnya.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

NO DX

TGL

DIAGNOSA KEPERAWATAN

RENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN

KRITERIA EVALUASI

INTERVENSI

Gangguan sensori persepsi : halusinasi….

TUM :

Tidak terjadi tindakan kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

TUK 1

Klien dapat membina hubungan saling percaya

1.1 Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, menyebutkan nama, menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi

1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan komunikasi terapeutik :

· Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

· Perkenalkan diri dengan sopan

· Tanyakan nama lengkap klien & nama panggilan yang disukai klien

· Jelaskan tujuan pertemuan

· Jujur & menepati janji

· Tunjukkan sikap empati & menerima klien apa adanya

· Beri perhatian kepada klien & perhatikan kebutuhan dasar klien

TUK 2

Klien dapat mengenal halusinasinya

2.1 Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi

2.2 Klien dapat mengungkapkan bagaimana perasaannya terhadap halusinasi tersebut

2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap

2.1.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara & tertawa sendiri tanpa stimulus, memandang ke

kiri/ kanan/ ke depan seolah – olah ada

teman bicara

2.1.3 Bantu klien mengenal halusinasinya :

a. Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang didengar

b. Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan

c. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat sendiri tidak mendengarnya ( dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi )

d. Katakan bahwa klien lain juga ada seperti klien

e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien

2.1.4 Diskusikan dengan klien :

a. Situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi

b. Waktu & frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore, atau malam atau jika sendiri/ jengkel/ sedih )

2.2.1 Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakannya jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih, dan senang), beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.

TUK 3

Klien dapat mengontrol halusinasinya

3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya

3.2 Klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya

3.3 Klien dapat mendemonstrasikan cara menghardik/ mengusir/tidak memedulikan halusinasinya

3.4 Klien dapat mendemonstrasikan bercakap-cakap dengan orang lain.

3.5 Klien dapat mendemonstrasikan pelaksanaan kegiatan sehari-hari.

3.6 Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok

3.7 Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah halusinasi

3.1.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri, dll)

3.1.2 Diskusikan manfaat dari cara yang digunakan klien, jika bermanfaat berikan pujian pada klien.

3.2.1 Diskusikan cara baru untuk memutuskan / mengontrol timbulnya halusinasi :

a. Menghardik/mengusir/tidak memedulikan halusinasinya

b. Bercakap-cakap dengan orang lain jika halusinasinya muncul

c. Melakukan kegiatan sehari-hari.

3.3.1 Beri contoh cara menghardik halusinasi: “pergi! Saya tidak mau mendengar kamu, saya mau mencuci piring / bercakap – cakap dengan suster.”

3.3.2 Minta klien mengikuti contoh yang diberikan dan minta klien mengulanginya

3.3.3 Beri pujian atas keberhasilan klien.

3.3.4 Susun jadwal latihan klien dan minta klien untuk mengisi jadwal kegiatan (self evaluation).

3.3.5 Tanyakan pada klien : “bagaimana perasaan Tini setelah menghardik ? apakah halusinasinya berkurang?”. Berikan pujian.

3.4.1 Beri contoh percakapan dengan orang lain : “suster, saya dengar suara-suara, temani saya bercakap-cakap.”

3.4.2 Minta klien mengikuti contoh percakapan dan mengulanginya

3.4.3 Beri pujian atas keberhasilan klien

3.4.4 Susun jadwal klien untuk melatih diri, mengisi kegiatan dengan bercakap-cakap, dan mengisi jadwal kegiatan (self evaluation).

3.4.5 Tanyakan kepada klien : “bagaimana perasaan Tini setelah latihan bercakap-cakap ? Apakah halusinasinya berkurang?”. Berikan pujian.

3.5.1 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan harian yang dapat dilakukan di rumah dan di RS (untuk klien halusinasi dengan perilaku kekerasan, sesuaikan dengan control perilaku kekerasan)

3.5.2 Latih klien untuk melakukan kegiatan yang disepakati dan masukkan ke dalam jadwal kegiatan. Minta klien untuk mengisi jadwal kegiatan (self evaluation)

3.5.3 Tanyakan pada klien : “bagaimana perasaan Tini setelah melakukan kegiatan harian?Apakah halusinasinya berkurang?”. Berikan pujian.

3.6.1 Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok orientasi realita, stimulasi persepsi

3.7.1 Klien dapat menyebutkan jenis, dosis, dan waktu minum obat serta manfaat obat tersebut (prinsip 5 benar: benar orang, obat, dosis, waktu, dan cara)

a. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminum (nama, warna, dan besarnya, waktu minum obat, dosis, dan cara.

b. Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur

· Beda perasaan sebelum dan sesudah minum obat

· Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter

· Jelaskan tentang akibat minum obat tidak teratur, misalnya penyakit kambuh.

3.7.2 Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat sesuai jadwal yang ditetapkan

a. Diskusikan proses minum obat :

· Klien meminta obat kepada perawat (jika di RS), kepada keluarga (jika di rumah)

· Klien memeriksa obat sesuai dosisnya

· Klien minum obat pada waktu yang tepat

b. Susun jadwal minum obat bersama klien

3.7.3 Klien mengevaluasi kemampuannya dalam mematuhi minum obat.

a. Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation)

b. Validasi pelaksanaan minum obat klien

c. Beri pujian akan keberhasilan klien

d. Tanyakan kepada klien: “bagaimana perasaan Tini dengan minum obat secara teratur?Apakah halusinasinya berkurang?”

TUK 4

Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya

4.1 Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi

4.2 Keluarga dapat menyebutkan jenis, dosis, waktu pemberian, manfaat, serta efek samping obat.

4.1.1 Diskusikan dengan keluarga :

a. Gejala halusinasi yang dialami klien

b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi

c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama

d. Beri informasi follow up atau kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.

4.2.1 Diskusikan dengan keluarga tentang jenis, dosis, waktu pemberian, manfaat dan efek samping obat.

4.2.2 Anjurkan keluarga untuk berdiskusi dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat.

4.2.3 Diskusikan akibat dari berhenti minum obat tanpa berkonsultasi terlebih dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,L.J., Buku saku diagnosa keperawatan, EGC, Jakarta, 1995.

Keliata,B.A. SKp, M.App, Sc, Proses keperawatan kesehatan jiwa, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta 1999.

Kumpulan bahan kuliah, Ilmu Keperawatan Jiwa, tidak diterbitkan.

Rasmun, SKp, Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan keluarga, tidak diterbitkan.

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J.,Principles and practice of psychiatric nursing (5th ed) St louis :Mosby Year Book, 1995.

Stuart, G.W. dan Laraia, M.T.,Principles and practice of psychiatric nursing (6th ed) St louis :Mosby Year Book, 1998.

Townsend, M.C., Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri: pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan, EGC, Jakarta, 1998.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senin, 27 Juni 2011

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

A. PENGERTIAN

Halusinasi merupakan salah satu masalah yang mungkin ditemukan dari masalah persepsual pada skizofrenia., dimana halusinasi tersebut didefenisikan sebagai pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus sensori.

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren :Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata ada oleh klien.

Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Klien skizofrenia dan psikotik lain 20% mengalami campuran halusinasi pendengaran dan penglihatan.

Pada halusinasi dapat terjadi pada kelima indera sensoris utama yaitu :

1. Pendengaran terhadap suara : Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.

2. Visual terhadap penglihatan : Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihatnya.

3. Taktil terhadap sentuhan : Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.

4. Pengecap terhadap rasa : Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak.

5. Penghidu terhadap bau : Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.

B. RENTANG RESPON HALUSINASI

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan ), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.

Rentang respon :

Respon Adaptif

Respon Maladaptif

Pikiran logis

Persepsi akurat

Emosi konsisten dengan pengalaman

Perilaku sesuai

Berhubungan sosial

Distorsi pikiran

Ilusi

Reaksi emosi berlebihan

Perilaku aneh/tidak bias

Menarik diri

Gangguan pikir/delusi

Halusinasi

Sulit berespon emosi

Perilaku disorganisasi

Isolasi sosial


JENIS HALUSINASI

KARAKTERISTIK

Pendengaran

70 %

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.

Penglihatan 20%

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

Penghidu

Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.

Pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

Perabaan

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

D. FASE HALUSINASI.

Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:

1. Fase Pertama

Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.

Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.

2. Fase Kedua

Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.

Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya.

Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.

3. Fase Ketiga

Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara.

4. Fase Keempat.

Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

E. PENGKAJIAN KLIEN DENGAN HALUINASI

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh klien yang mengalami psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi demikian merupakan proses identifikasi data yang melekat erat dengan pengkajian respon neurobiologi lainnya seperti yang terdapat juga pada schizofrenia.

1. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti halusinasi antara lain:

a. Faktor Genetik

Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi factor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen schizoprenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan Carpenter,2002). Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15% mengalami schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.

b. Faktor Neurobiologi.

Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien schizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.

c. Studi neurotransmitter.

Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter dimana dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.

d. Teori virus

Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi schizofrenia.

e. Psikologis.

Beberapa kondisi pikologis yang menjadi faktor predisposisi schizofrenia antara lain anak yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.

2. Faktor presipitasi

Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :

a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.

b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gateing abnormal)

c. Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini :

Kesehatan

Nutrisi Kurang

Kurang tidur

Ketidak siembangan irama sirkardian

Kelelahan infeksi

Obat-obatan system syaraf pusat

Kurangnya latihan

Hambatan unutk menjangkau pelayanan kesehatan

Lingkungan

Lingkungan yang memusuhi, kritis

Masalah di rumah tangga

Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari

Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain

Isoalsi sosial

Kurangnya dukungan sosial

Tekanan kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja)

Stigmasasi

Kemiskinan

Kurangnya alat transportasi

Ktidak mamapuan mendapat pekerjaan

Sikap/Perilaku

Merasa tidak mampu ( harga diri rendah)

Putus asa (tidak percaya diri )

Mersa gagal ( kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri

Kehilangan kendali diri (demoralisasi)

Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.

Merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual )

Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan

Rendahnya kemampuan sosialisasi

Perilaku agresif

Perilaku kekerasan

Ketidak adekuatan pengobatan

Ketidak adekuatan penanganan gejala.

3. Mekanisme Koping.

Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah:

q Register, menjadi malas beraktifitas sehari-hari.

q Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.

q Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

q Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.

4. Perilaku

Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti seseorang mendengarkan suara- suara dan tidak lagi meragukan orang yang berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan perihal haluinasinya.

Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif ketika mencoba menceritakan halusinasinya kepada orang lain.Karenanya banyak klien enggan untuk menceritakan pengalaman –pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk memperbincangkan tentang halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut. Perawat harus memiliki ketulusan dan perhatian untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.

Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :

q Isi Halusinasi.

Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.

q Waktu dan Frekuensi.

Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.

q Situasi Pencetus Halusinasi.

Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.

q Respon Klien

Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

Selain data tentang halusinasinya, peraweat juga dapat mengkaji data yang terkait dengan halusinasi, yaitu :

· Bicara, senyum dan tertawa sendiri.

· Menarik diri dan menghindar dari orang lain.

· Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata.

· Tidak dapat memusatkan perhatian/konsentrasi.

· Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan) dan takut.

· Ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Klien yang mengalmi halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bias membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan perilakunya di kendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri ( suicide), membunuh orang lain (homocide) dan merusak lingkungan.

Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien biasanya juga mengalami masalah-masalahkeperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi.Masalah itu antara lain harga diri rendah dan isolasi social (stuart dan laria,2001). Akibat harga diri rendah dan kurangnya keterampilan berhubungan sosial , klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya lebih dominan di bandingkan stimulus eksternal. Klien selanjutnya kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini memicu timbulnya halusinasi.

Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon maslah sebagai berikut :

EFEK Resiko mencedrai diri sendiri,

Orang lain, dan lingkungan

C.P Perubahan persepsi sensori : Defisit perawatan diri :

Halusinasi pendengaran Mandi/Kebersihan diri,berpakaian/berhias

ETIOLOGI Kerusakan interaksi sosial : Intoleransi aktifitas

Menarik diri

Gangguan konsep diri :

Harga diri rendah

Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :

1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi audiotorik.

2. Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan dengan menarik diri

3. Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan Harga diri rendah

4. Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias berhubungan dengan intoleransi aktifitas.

G. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN

Tujuan umum :

Klien dapat mengenal, dan mengontrol halusinasi

Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

2. Klien dapat mengenal halusinasinya

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya.

4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

5. Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya.

H. TINDAKAN KEPERAWATAN

q Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalahnya di mulai dengan membina hubungan saling percaya dengan klien.

q Setelah hubungan saling percaya terbina , intervensi keperawatan selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya.

q Setelah klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih bagaimana cara yang biasa terbukti efektif mengatasi atau mengontrol halusinasi.

q Obeservasi tanda halusinasi pada klien.

q Hindari untuk menyentuh pasien sebelum memberi isyarat kepadanya bahwa anda menerima diperlakukan yang sama.

q Suatu sikap menerima akan mendorong klien membagikan isi halusinasinya dengan anda.

q Jangan menguatkan halusinasi. Gunakan kata-kata “suara tersebut” dari pada kata-kata seperti “mereka” yang menyatakan validasi secara tidak langsung.

q Cobalah untuk menghubungkan waktu-waktu terjadinya kesaahan persepsi dengan waktu-waktu terjadinya ansietas.

q Cobalah untuk mengalihkan pasien dari kesalahan persepsi.

Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah :

1. Menghardik halusinasi.

2. Berinteraksi dengan orang lain.

3. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.

4. Memanfaatkan obat dengan baik.

Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena keluarga adalah sebuah system dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis dapat berlangsung lama (kronis) sehingga keluarga perlu mengetahu cara perawatan klien halusinasi dirumah.

Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka oleh tim medis sehingga perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan obat secara tepat. Prinsip lima benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat.

I. EVALUASI

Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :

1. Klien mampu memisahkan antara kejadian-kejadian atau situasi-siatuasi realita dan tidak realita.

2. Klien mampu tidak berespon terhadap persepsi sensori yang salah.

3. Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi

4. Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan

5. Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam membantu klien mengatasi masalahnya.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

NO DX

TGL

DIAGNOSA KEPERAWATAN

RENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN

KRITERIA EVALUASI

INTERVENSI

Gangguan sensori persepsi : halusinasi….

TUM :

Tidak terjadi tindakan kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

TUK 1

Klien dapat membina hubungan saling percaya

1.1 Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, menyebutkan nama, menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi

1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan komunikasi terapeutik :

· Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

· Perkenalkan diri dengan sopan

· Tanyakan nama lengkap klien & nama panggilan yang disukai klien

· Jelaskan tujuan pertemuan

· Jujur & menepati janji

· Tunjukkan sikap empati & menerima klien apa adanya

· Beri perhatian kepada klien & perhatikan kebutuhan dasar klien

TUK 2

Klien dapat mengenal halusinasinya

2.1 Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi

2.2 Klien dapat mengungkapkan bagaimana perasaannya terhadap halusinasi tersebut

2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap

2.1.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara & tertawa sendiri tanpa stimulus, memandang ke

kiri/ kanan/ ke depan seolah – olah ada

teman bicara

2.1.3 Bantu klien mengenal halusinasinya :

a. Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang didengar

b. Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan

c. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat sendiri tidak mendengarnya ( dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi )

d. Katakan bahwa klien lain juga ada seperti klien

e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien

2.1.4 Diskusikan dengan klien :

a. Situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi

b. Waktu & frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore, atau malam atau jika sendiri/ jengkel/ sedih )

2.2.1 Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakannya jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih, dan senang), beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.

TUK 3

Klien dapat mengontrol halusinasinya

3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya

3.2 Klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya

3.3 Klien dapat mendemonstrasikan cara menghardik/ mengusir/tidak memedulikan halusinasinya

3.4 Klien dapat mendemonstrasikan bercakap-cakap dengan orang lain.

3.5 Klien dapat mendemonstrasikan pelaksanaan kegiatan sehari-hari.

3.6 Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok

3.7 Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah halusinasi

3.1.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri, dll)

3.1.2 Diskusikan manfaat dari cara yang digunakan klien, jika bermanfaat berikan pujian pada klien.

3.2.1 Diskusikan cara baru untuk memutuskan / mengontrol timbulnya halusinasi :

a. Menghardik/mengusir/tidak memedulikan halusinasinya

b. Bercakap-cakap dengan orang lain jika halusinasinya muncul

c. Melakukan kegiatan sehari-hari.

3.3.1 Beri contoh cara menghardik halusinasi: “pergi! Saya tidak mau mendengar kamu, saya mau mencuci piring / bercakap – cakap dengan suster.”

3.3.2 Minta klien mengikuti contoh yang diberikan dan minta klien mengulanginya

3.3.3 Beri pujian atas keberhasilan klien.

3.3.4 Susun jadwal latihan klien dan minta klien untuk mengisi jadwal kegiatan (self evaluation).

3.3.5 Tanyakan pada klien : “bagaimana perasaan Tini setelah menghardik ? apakah halusinasinya berkurang?”. Berikan pujian.

3.4.1 Beri contoh percakapan dengan orang lain : “suster, saya dengar suara-suara, temani saya bercakap-cakap.”

3.4.2 Minta klien mengikuti contoh percakapan dan mengulanginya

3.4.3 Beri pujian atas keberhasilan klien

3.4.4 Susun jadwal klien untuk melatih diri, mengisi kegiatan dengan bercakap-cakap, dan mengisi jadwal kegiatan (self evaluation).

3.4.5 Tanyakan kepada klien : “bagaimana perasaan Tini setelah latihan bercakap-cakap ? Apakah halusinasinya berkurang?”. Berikan pujian.

3.5.1 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan harian yang dapat dilakukan di rumah dan di RS (untuk klien halusinasi dengan perilaku kekerasan, sesuaikan dengan control perilaku kekerasan)

3.5.2 Latih klien untuk melakukan kegiatan yang disepakati dan masukkan ke dalam jadwal kegiatan. Minta klien untuk mengisi jadwal kegiatan (self evaluation)

3.5.3 Tanyakan pada klien : “bagaimana perasaan Tini setelah melakukan kegiatan harian?Apakah halusinasinya berkurang?”. Berikan pujian.

3.6.1 Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok orientasi realita, stimulasi persepsi

3.7.1 Klien dapat menyebutkan jenis, dosis, dan waktu minum obat serta manfaat obat tersebut (prinsip 5 benar: benar orang, obat, dosis, waktu, dan cara)

a. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminum (nama, warna, dan besarnya, waktu minum obat, dosis, dan cara.

b. Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur

· Beda perasaan sebelum dan sesudah minum obat

· Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter

· Jelaskan tentang akibat minum obat tidak teratur, misalnya penyakit kambuh.

3.7.2 Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat sesuai jadwal yang ditetapkan

a. Diskusikan proses minum obat :

· Klien meminta obat kepada perawat (jika di RS), kepada keluarga (jika di rumah)

· Klien memeriksa obat sesuai dosisnya

· Klien minum obat pada waktu yang tepat

b. Susun jadwal minum obat bersama klien

3.7.3 Klien mengevaluasi kemampuannya dalam mematuhi minum obat.

a. Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation)

b. Validasi pelaksanaan minum obat klien

c. Beri pujian akan keberhasilan klien

d. Tanyakan kepada klien: “bagaimana perasaan Tini dengan minum obat secara teratur?Apakah halusinasinya berkurang?”

TUK 4

Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya

4.1 Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi

4.2 Keluarga dapat menyebutkan jenis, dosis, waktu pemberian, manfaat, serta efek samping obat.

4.1.1 Diskusikan dengan keluarga :

a. Gejala halusinasi yang dialami klien

b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi

c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama

d. Beri informasi follow up atau kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.

4.2.1 Diskusikan dengan keluarga tentang jenis, dosis, waktu pemberian, manfaat dan efek samping obat.

4.2.2 Anjurkan keluarga untuk berdiskusi dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat.

4.2.3 Diskusikan akibat dari berhenti minum obat tanpa berkonsultasi terlebih dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,L.J., Buku saku diagnosa keperawatan, EGC, Jakarta, 1995.

Keliata,B.A. SKp, M.App, Sc, Proses keperawatan kesehatan jiwa, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta 1999.

Kumpulan bahan kuliah, Ilmu Keperawatan Jiwa, tidak diterbitkan.

Rasmun, SKp, Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan keluarga, tidak diterbitkan.

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J.,Principles and practice of psychiatric nursing (5th ed) St louis :Mosby Year Book, 1995.

Stuart, G.W. dan Laraia, M.T.,Principles and practice of psychiatric nursing (6th ed) St louis :Mosby Year Book, 1998.

Townsend, M.C., Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri: pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan, EGC, Jakarta, 1998.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar